Waspada Ancaman Bencana Hidrometeorologi, 2025 Potensi Bencana Terjadi Sepanjang Tahun

Lingkungan13 Dilihat

Akhir tahun 2024 akan ditandai dengan fenomena La Nina lemah bersamaan dengan musim hujan. Di saat itu, maka seluruh daerah di Indonesia perlu mewaspadai potensi bencana hidrometeorologi.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan periode ini diperkirakan berlangsung dari November hingga Desember 2024.

“Perlu kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir, banjir bandang, dan longsor,” ujar Dwikoritanya.

Awal tahun 2025 juga akan diawali dengan La Nina lemah yang masih aktif hingga Maret. Puncak musim hujan diprediksi terjadi pada Januari-Februari 2025. Kondisi ini meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, banjir pesisir (rob), angin kencang, dan petir.

“Sebanyak 67% wilayah Indonesia diperkirakan mengalami curah hujan tahunan tinggi, lebih dari 2.500 mm per tahun,” ungkapnya.

Wilayah yang terdampak terutama meliputi sebagian besar Sumatera, Kalimantan, Jawa bagian barat dan tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, sebagian Maluku, Papua Barat, dan Papua.

Dwikorita menjelaskan, dinamika perubahan iklim di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, seperti; penyimpangan suhu muka laut di Samudra Pasifik yang memunculkan fenomena El Nino dan La Nina.

Selain itu, suhu muka laut di perairan Indonesia yang turut berperan dalam kondisi cuaca, lalu adanya Indian Ocean Dipole (IOD) akibat penyimpangan suhu muka laut di Samudra Hindia.

Faktor lainnya, adanya angin musiman (monsun) yang bertiup dari Benua Asia dan Australia. “Seluruh faktor ini memengaruhi kondisi iklim dan cuaca di Indonesia,” jelasnya.

Dwikorita memaparkan potensi bahaya cuaca ekstrem sepanjang tahun 2025, misal di Desember, Januari, Februari: Banjir, longsor, gelombang tinggi. Lalu pada Maret, April, Mei: Puting beliung, petir, hujan es.

Lalu di Juni, Juli, Agustus: Kekeringan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), gelombang tinggi. Pada September, Oktober, November: Puting beliung, hujan sporadis disertai petir dan angin kencang.

BMKG meminta masyarakat dan pemerintah daerah untuk terus meningkatkan kewaspadaan serta mempersiapkan langkah mitigasi guna mengurangi dampak bencana.

“Kesiapsiagaan adalah kunci menghadapi dinamika cuaca yang semakin tidak menentu,” kata  Dwikorita.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed